Inilah langkah awal seorang menjadi Muslim yang Negarawan, yaitu dengan menata diri, baik itu pikiran, mental maupun fisik. Mulai dari menata diri seorang kader dakwah bias menjadi Muslim yang militant bahkan Muslim yang negarawan. Di awali dengan menata niat kita berada di jalan dakwah ini, karena begitu pentingnya menata niat maka Al-Bukhari r.a., menaruh hadits “sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya” pada nomor urut pertama dalam kitab sahihnya. Seorang muslim haruslah memperkuat dan meluruskan niat untuk selalu ada berjuang bersama di jalan dakwah ini untuk menegakkan kalimatullah di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
A. Menata Pikiran dengan Niat
Sebagian ulama mengatakan, “Barangsiapa berniat melakukan kabaikan, maka Allah akan menolongnya untuk melakukannya.” Hal ini seperti kisah laki-laki yang telah membunuh seratus orang lalu mati ketika hendak berbuat. Lalu, malaikat Rahmad berbantahan dengan malaikat azab. Orang ini belum pernah berbuat kebajikan sedikitpun. Inilah argument malaikat Azab. Akan tetapi, karena niat baiknya, allah mengilhamkan kepada bumi untuk memperpendek jarak antara kampong orang-orang yang baik dengan orang tersebut. Sehingga ia termasuk bagian dari kampong tersebut. Inilah argument malaikat Rahmat.
Dalam sebagian riwayat hadits disebutkan, ia menemui ajalnya dengan terlengkup. Maksudnya terlengkup pada bumi yang ia tuju untuk melakukan ketaatan dan bertekad untuk meninggalkan perbuatan mungkar, berbuat kebaikan, dan dating dengan jiwa bertaubat serta kembali kepada Rabb Pencipta bumi dan langit. Maka, pahala yang mulia ini di anugerahkan oleh Sang Pencipta Yang Maha Agung lagi Penyayang.
B. Konsisten Beribadah
Sabar dalam meniti jalan dakwah merupakan hal yang utama untuk membangkitkan semangat juang dan melatih kesabaran para jundullah. Konsisten dalam beribadah juga akan membiasakan diri untuk tetap setia berada di jalan Allah demi kejayaan islam.
Mengapa Rasulullah tidak henti-hentinya menunaikan ibadah, padahal beliau orang yang paling bertakwa dan kedudukan beliau yang paling agung? Andai setiap kita mengetahui bahwa ibadah merupakan item terpenting dalam meningkatkan giroh para aktivis dakwah.
Hidup ini tidak selamanya berada pada keadaan yang baik dan mulus-mulus saja, ada saat dimana kita bisa tertawa dan ada saatnya kita menghadapi keadaan tersulit yang terkadang kita tidak mampu untuk keluat dari masalah tersebut. Mau atau tidak, suka atau tidak suka semua itu pasti akan kita lalui, dan seorang muslim yang selalu konsisten dengan ibadah dan dengan niat yang lurus hanya ingin mendapatkan ridha Ilahi. Dengan kita konsisten kepada ibadah akan memiliki kekuatan untuk menghadapi berbagai masalah yang dapat melunturkan semangat seorang aktivis dakwah.
C. Mendayakan Kesabaran
Untuk mencapai satu kata “sabar” perlu diadakan satu eksperimen khusus untuk melihat apakah seorang itu bisa sabar atau tidak, karena bisanya ada orang yang jika di tanyakan perihal satu masalah yang dihadapinya dia hanya menjawab “ saya sabar”, hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan hatinya yang sungguh berat mengatakan dan menerapkan kesabaran.
Sebenarnya sabar itu seperti apa?, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17).
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an kata sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan”.
REZHA RAVSANJANI LAKORO
DEPARTEMEN HUMAS
KAMMI KOMISARIAT UNIVERSITAS GORONTALO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar